Kamis, 31 Desember 2009

Kenapa ber Ane-Antum??

Jazakallah khoir akhi…”
Afwan jiddan ane telat!”
Tafadhol dimulai saja”
Antum kemana saja?”
Sering mendengar gaya-gaya bicara seperti itu? Bahasa arab campur-campur. Bagi teman-teman yang aktif pada kegiatan-kegiatan dakwah Islam tentunya sudah tidak asing lagi. Gaya bicara seperti itu seolah sudah menjadi sebuah budaya yang mewarnai aktifitas para aktifis dakwah.
Namun, sebagian orang menanggapi dengan skeptis tentang hal ini. Mereka berkata “Ngapain sih sok-sok arab segala?”. Dan komentar-komentar lain yang maksudnya menganggap gaya bicara seperti itu hanyalah sok arab, sok alim, sok anak rohis, atau sok agamis.
Saat orang-orang lebih nyaman dengan gaya gua-elu, dab, coy, aku, kamu, anda beberapa teman aktifis dakwah lebih suka ber-ane-antum. Bukan tanpa alasan tentu. Ketahuilah, bahwa membiasakan berkomunikasi dengan bahasa arab adalah amalan yang baik. Perhatikan penjelasan berikut ini.
Mempelajari Al-Qur’an itu wajib. Semua sepakat. Allah berfirman:
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya. Dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran dapat mengambil pelajaran” (QS.Shood : 29)
Namun Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab, dan bahasa arab bukanlah bahasa kita sehari-hari. Maka wajib bagi setiap muslim yang beritikad untuk mempelajari Qur’an untuk belajar bahasa arab. Karena tidak akan mungkin seseorang dapat mempelajari Qur’an dengan sempurna dengan terjemahan. Dan tidak akan mungkin seseorang dapat mempelajari Qur’an dengan sempurna, kecuali dengan mempelajari bahasa arab. Maka bila ada suatu ibadah wajib yang hanya bias dilakukan dengan suatu sarana, maka sarana tersebut hukumnya wajib pula. Dan kemudian, salah satu kiat untuk menimbulkan semangat dan menguasai bahasa arab adalah dengan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Maka para ulama pun berpendapat, membiasakan diri dengan bahasa arab adalah amal yang baik, sekaligus merupana syiar Islam di masyarakat. Seperti yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah, beliau berkata “Tidak ada jalan lain untuk memahami agama ini kecuali dengan memahami bahasa ini. Maka, memahami bahasa arab adalah termasuk bagian dari agama. Membiasakan berkomunikasi dengan bahasa arab akan memudahkan dalam memahami agama ini dan lebih memudahkan untuk menyebarkan syiar-syiar Islam. Serta lebih dekat untuk mencontoh generasi awal umat ini dari kaum Muhajirin dan Anshar dalam seluruh urusan-urusan mereka(Syarh Al Iqtidhoo’ Shiroothol Mustaqiim, hal 211-212)

SMS, Ta'aruf Gaya Baru

Memang setan selalu berusaha menjerumuskan manusia dari jalan yang benar. Memperdaya manusia dengan memberikan rasa aman terhadap tindakan dosa, dan membuat rancu akal manusia dengan mengedepankan hawa nafsu. Jadilah manusia tertipu. Salah satunya dengan memilih media SMS sebagai ta’aruf gaya baru.
Nah, bagaimana sebenarnya penggunaan SMS sebagai ta’aruf? Marilah kita ikuti hasil wawancara Nikah dengan 2 orang responden berikut ini.
Tak sesuai syariat
Responden pertama yang diwawancarai Nikah adalah Mudia PP Al-Ukhuwah Sukoharjo, Al Ustadz Aris Sugiantoro (32 th). Menurut beliau, SMS sebagai media ta’aruf merupakan cara yang tidak sesuai syariat.
“Sebelum perlu diketahui bahwa akad yang paling berbahagia dan penting yang berhubungan dengan muamalah adalah pernikahan. Juga, pernikahan merupakan suatu ikatan yang suci, oleh karena itu caranya harus sesuai syariat.” Kata sang ustadz yang pernah berguru langusng kepada Syaikh Utsaimin rahimahullah selama 4 tahun.
Beliau juga mengingatkan kembali tentang perintah Allah SWT bagi para bujangan yang ingin menikah yaitu agar mencari jodoh yang baik, yang salih/salihah sehingga diharapkan mampu mendekatkan pada Allah SWT dan menghasilkan keluarga sakinah mawahdah wa rahmah. Dan caranya bukan dengan pacaran atau ber-SMS.
Cara-cara tersebut akan mendekatkan pada zina yang merupakan dosa besar, berikut penjelasan beliau,
“Allah SWT telah memberi batasan yang dihalalkan, janganlah dilewati. Dan sesuatu yang menuju zina, jangan didekati. Sebab, dengan mendekati zina akan lebih condong kepada dosa besar. Oleh karena itu dalam Islam ada perintah berhijab bagi wanita, larangan ikhtilat dan khalwat, serta perintah safar dengan mahram bagi wanita. Semua itu bertujuan untuk menghindari fitnah antar lawan jenis.”
Adapun responden kedua adalah seorang pengamat media massa Islam yang minta disebut Aa Koen (42 thn). Menurutnya, komunikasi antar lawan jenis baik langsung ataupun tidak langsung tidak diharamkan secara mutlak. Sebagai bukti jika kita menengok zaman sahabat dulu, mereka juga saling berkomunikasi. Contohnya dalam menuntut ilmu dan jual beli. Namun, penggunaan SMS untuk ta’aruf, beliau tidak setuju. Sebab akan membuka pintu fitnah dan mengandung banyak bahaya.
Membuka pintu fitnah

Bahaya ta’aruf lewat SMS sangat nyata dan mudah ditebak, apa coba? Berikut penjelasan Aa Koen,
“Dalam ta’aruf (dalam hal ini via SMS-red), kadang ada komunikasi yang tidak perlu contohnya menanyakan kabar, seperti sudah shalat malam atau belum, atau tanya kewajiban yang lain. Sebenarnya, itu hanyalah alasan untuk bisa berkomunikasi.”

“Walaupun bisa dijadikan sarana untuk memberi nasihat, dikhawatirkan akan menodai/mengurangi keikhlasan. Para ulama pun melarang komunikasi langsung (tanpa perantara-red) dalam ta’aruf. Untuk itu saling SMS perlu dihindari. Betapa banyak mereka yang tergelincir disebabkan fitnah komunikasi. Tak pandang bulu, baik orang awam atau para penuntut ilmu agama/da’I pun terkena juga”. Lanjut Aa Koen.
Fitnah hati memang sesuatu yang sulit dikendalikan, apalagi dalam masa kesendirian. Manusia hatinya sangat lemah. Di saat itulah setan masuk. Sehingga, menurut Ustadz Aris, seseorang tidak bisa beralasan bahwa dirinya mampu menjaga hati untuk melegalkan SMS dengan calon tambatan hati.
Bagaimana bentuk keintiman terbentuk lewat SMS? Aa Koen menggambarkannya,
“Saat pintu-pintu keakraban terbuka, keintiman akan terbentuk. Misalnya dengan mengirim kata-kata yang hanya bisa dimengerti kedua belah pihak. Contoh I miss you (ana kangen anta) disingkat “I M U”. Kata-kata itu tidak bisa diketahui orang lain, meskipun dibaca istrinya sendiri (bagi yang ber-sms-an walau sudah menikah).”

Menurut Ustadz Aris, bahaya lain ta’aruf via SMS adalah berita yang disimpulkan kurang akurat. Kecuali jika sudah ada orang yang benar-benar tahu kondisi ikhwan/akhwat tersebut. Seperti keadaan, sifat, akhlak, agama, dan lain-lain. Dalam hal ini, adanya comblang lebih bisa obyektif dan dipercaya.
Namun beliau menambahkan bahwa larangan ber-SMS itu tidak mutlak. Jika calon pasutri sudah mendekati hari H, tidak mengapa ber-SMS untuk menanyakan apa saja yang dibutuhkan, seperti mahar, surat-surat kelengkapan, dan sebagainya. Yang perlu diingat, jangan melebihi batas sebab bisa menjerumuskan ke dalam bahaya.
Kembali ke cara yang benar
Bagi mereka yang sudah siap menikah, jangan ragu menggunakan jasa perantara (comblang). Menurut Ustadz Aris, salah astu cara yang mudah untuk mengetahui keadaan (agama, akhlak, dan lain-lain) calon pasangan adalah dengan melihat pada keluarga.
Jika orang tuanya baik, Insya Allah anak-anak mereka akan dididik beragama dengan baik pula. Lalu kita perintahkan comblang untuk mengamatinya. Setelah merasa cocok dan condong/yakin akan jadi istrinya, barulah nazhar (melihat) untuk memutuskan apakah proses itu berlanjut ke pernikahan.
Aa Koen menyarankan agar sang comblang dipilih yang masih ada hubungan mahram, atau –kalau tidak bisa- orang lain yang mengerti syariat (minimal pergaulan dengan lawan jenis), agar hubungan antara kedua belah pihak tetap terjaga dan memudahkan komunikasi.
Untuk itu, marilah kita renungkan nasihat Ustadz Aris berikut ini. Beliau menghimbau agar para pemuda/pemudi kembali ke jalan Allah sesuai petunjuk Rasulullah SAW. Sebab menikah itu ibadah dan menyempurnakan agama. Pernikahan adalah suatu ikatan yang suci dan untuk regenerasi, bukan sekeadr melampiaskan hawa nafsu. Untuk itu, janganlah dikotori dengan cara-cara yang tidak syar’i. (abu shafy)
Majalah Nikah, Vol.5 No.3, Juni 2006 Jumadil Ula 1427

Afwan Akhii, Kau Saudaraku Tapi Bukan Mahramku…

Akhii, kutuliskan risalah ini bagimu. Bukan karena apa. Kau adalah saudaraku, Akhii fillah. Karena Allah Ta’ala, bukan Akhii fii nasab yang mengharamkan pernikahan dan menghalalkan hubungan mahram.[1]
Akhii, sesungguhnya hati manusia ada di antara jari-jemari Ar Rahman. Maka beruntunglah orang yang dihadapkan hatinya pada ketaatan pada Allah Ta’ala. Sungguh benarlah doa yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam panjatkan, “Allahumma musharrifal quluub, sharrif quluubanaa ‘alaa tha’atika” (Ya Allah, Dzat Yang Memalingkan Hati, palingkan hati kami di atas ketaatan pada-Mu)[2]
Akhii, sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan lemah[3]. Manusia, ya Akhii. Tak terkecuali. Laki-laki maupun wanita.
Tahukah kau wahai Akhii, panutan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mengingatkan kita dalam sabdanya yang artinya, “Aku tidak meninggalkan fitnah yang lebih membahayakan kaum laki-laki daripada fitnah wanita.”[4]

Dan agama kita yang mulia juga telah mengajarkan adab-adab bergaul dengan lawan jenis yaa, Akhii. Bila kita tapaki perjalanan salaful ummah, kita akan temukan betapa mereka menjaga adab-adab tersebut.
Maka tidak layak bagi kita untuk bermudah-mudah dalam bergaul dengan lawan jenis. Janganlah bermain-main dengan kehormatan, yaa Akhii. Allah Ta’ala selalu mengawasi kita di manapun dan kapanpun. Apatah itu dalam kamar tertutup rapat, ketika kau sedang asik ber-SMS dengan wanita yang bukan mahrammu tanpa keperluan yang mendesak. Sama sekali bukan untuk hal yang membawa mashlahat, hanya untuk mengatakan,
“Ap kbr, Ukhti? Lg sbk ap skrng?”
“Smgt ^_^”
“Ttp senyum nggih =)”

Atau untuk sekadar mengirimkan nasehat. Entah itu terjemah Al Qur’an, potongan hadits, atau perkataan ulama. Apa maksud yang ada dalam hatimu, yaa Akhii? Banyak teman-teman ikhwan yang lebih berhak kau beri perhatian dan nasehat. Na’am, murni perhatian dan nasehat, tanpa tendensi apapun.
‘Afwan ‘Akhii, bukannya kami terlalu sombong untuk menerima nasehat darimu. Akan tetapi, bagi kami, cukup teman-teman shalihah tempat untuk berbagi rasa. Cukup bagi kami, para asatidz dan asatidzah[5] yang mendakwahi kami. Cukuplah majelis-majelis ilmu dan buku-buku dari para ulama tempat kami mencari tahu tentang agama.
Tahukah yaa Akhii, terkadang syaithan menghiasi keburukan sehingga menjadi tampak indah. Bahkan terkadang syaithan membuka sembilan puluh sembilan pintu kebaikan untuk menjerumuskan manusia kepada satu pintu keburukan.[6]
Akhii, Ibnu Taimiyah pernah berkata yang artinya, “Kesabaran Yusuf menghadapi rayuan istri tuannya lebih sempurna daripada kesabaran beliau saat dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, saat dijual dan saat berpisah dengan bapaknya. Sebab hal-hal ini terjadi di luar kehendaknya, sehingga tidak ada pilihan lain bagi hamba kecuali sabar menerima musibah. Tapi kesabaran yang memang beliau kehendaki dan diupayakannya saat menghadapi rayuan istri tuannya, kesabaran memerangi nafsu, jauh lebih sempurna dan utama, apalagi di sana banyak faktor yang sebenarnya menunjang untuk memenuhi rayuan itu, seperti keadaan beliau yang masih bujang dan muda, karena pemuda lebih mudah tergoda oleh rayuan. Keadaan beliau yang terasing, jauh dari kampung halaman, dan orang yang jauh dari kampung halamannya tidak terlalu merasa malu. Keadaan beliau sebagai budak, dan seorang budak tidak terlalu peduli seperti halnya orang merdeka. Keadaan istri tuannya yang cantik, terpandang dan tehormat, tanpa ada seorang pun yang melihat tindakannya dan dia pula yang menghendaki untuk bercumbu dengan beliau. Apalagi ada ancaman, seandainya tidak patuh, beliau akan dijebloskan ke dalam penjara dan dihinakan. Sekalipun begitu beliau tetap sabar dan lebih mementingkan apa yang ada di sisi Allah.”[7]
Yaa Akhii, tidakkah kau ingin meneladani Yusuf ‘Alaihis Salam? Seorang pemuda yang menjaga iffah-nya yang dijanjikan mendapatkan perlindungan Allah Ta’ala di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada lagi naungan selain naungan-Nya.[8]
Yaa Akhii, mungkin kau sudah pernah mendengar sebuah hadits dari Nau’as Ibni Sam’an radiyyallahu anhu yang artinya, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kebaikan dan kejahatan. Beliau bersabda: “Kebaikan ialah akhlak yang baik dan kejahatan ialah sesuatu yang tercetus di dadamu dan engkau tidak suka bila orang lain mengetahuinya.”[9]
Yaa Akhii, kebahagiaan sejati tidak akan diperoleh dengan cara yang haram. Percayalah itu. Cara ini hanya akan menimbulkan kesusahan dan kerusakan pada diri serta terbuangnya harta dengan sia-sia. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik darinya.[10]
Terakhir yaa Akhii, saya akan nukilkan perkataan Salman Al Farisi radiyyallahu ‘anhu dari Ja’far bin Burqan yang artinya, “Ada tiga orang yang membuatku menangis dan tiga orang lagi membuatku tertawa. Aku tertawa melihat orang mengejar dunia sedangkan kematian telah mengintainya, orang berbuat lalai berbuat padahal dirinya tak pernah dilupakan, dan orang banyak tertawa, sedangkan ia tidak tahu apakah Allah murka ataukah ridha kepadanya. Dan aku menangis karena kepergian orang-orang yang dicintai, yaitu kepergian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pengikutnya, kedahsyatan yang sangat mengerikan saat berada di pintu kematian, dan saat berdiri di hadapan Rabb semesta alam, yaitu ketika aku tidak mengetahui apakah aku akan dikembalikan ke surga atau ke neraka.”[11]
Kuharap risalah ini memperberat timbangan amal kebaikanku kelak. Pada hari di mana harta dan anak takkan berguna kecuali orang yang menghadap Allah Ta’ala dengan hati yang selamat.[12]
Wallahul musta’an.

1. Mahram adalah orang-orang yang haram dinikahi, bisa karena nasab, persusuan, atau pernikahan. Di Indonesia, istilah ini rancu dengan muhrim. Padahal istilah yang tepat adalah mahram, karena muhrim berarti orang yang sedang berihram (-pen).
2. HR Muslim no. 2654 dari Shahabat ‘Abdullah bin’Amr bin Al Ash Radiyallahu ‘Anhuma
3. Lihat QS An Nisaa: 28
4. HR. Al-Bukhari dalam An-Nikah (5096), Muslim dalam Adz-Dzikr (2740)
5. Jamak dari ustadz dan ustadzah (-pen)
6. Perkataan Hasan bin Shalih rahimahullah
7. Perkataan ini dinukil oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah dalam Madarijus Salikin
8. Lihat HR Bukhari no 660, Muslim 1031 dari Abu Hurairah radiyyallahu anhu, yang artinya, “Tujuh golongan yang kelak akan dilindungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada lagi naungan kecuali naungan-Nya: imam yang adil, pemuda yang tumbuh dengan beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu dalam keadaan demikian dan berpisah pun dalam keadaan demikian pula, laki-laki yang diajak (berzina) oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, namun ia mengatakan: ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, seseorang yang bersedekah namun ia menyembunyikan sedekahnya, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang mengingat Allah dalam kesendiriannya, hingga kedua matanya bercucuran air mata.”
9. HR Muslim, dimuat dalam Bulughul Maram, Kitabul Jami’ bab adab
10. Terjemah HR Ahmad V/78,79
11. Atsar ini tercantum dalam kitab Rauhuz Zaahidiin yang merupakan ringkasan dari kitab Hilyatul Auliyaa’
12. Lihat QS Asy Syu’aara’: 88-89


Sumber Refrensi : http://mii.fmipa.ugm.ac.id/?p=617

Rabu, 09 Desember 2009

Kuasai Kecerdasan Emosi Anda!

Ditulis oleh: Anne Ahira

"Siapapun bisa marah. Marah itu mudah.
Tetapi, marah pada orang yang tepat,
dengan kadar yang sesuai, pada waktu
yang tepat, demi tujuan yang benar, dan
dengan cara yg baik, bukanlah hal mudah."

-- Aristoteles, The Nicomachean Ethics.

Mampu menguasai emosi, seringkali orang
menganggap remeh pada masalah ini.
Padahal, kecerdasan otak saja tidak
cukup menghantarkan seseorang mencapai
kesuksesan.

Justru, pengendalian emosi yang baik
menjadi faktor penting penentu
kesuksesan hidup seseorang.

Kecerdasan emosi adalah sebuah gambaran
mental dari seseorang yang cerdas dalam
menganalisa, merencanakan dan
menyelesaikan masalah, mulai dari yang
ringan hingga kompleks.

Dengan kecerdasan ini, seseorang bisa
memahami, mengenal, dan memilih
kualitas mereka sebagai insan manusia.
Orang yang memiliki kecerdasan emosi
bisa memahami orang lain dengan baik
dan membuat keputusan dengan bijak.

Lebih dari itu, kecerdasan ini terkait
erat dengan bagaimana seseorang dapat
mengaplikasikan apa yang ia pelajari
tentang kebahagiaan, mencintai dan
berinteraksi dengan sesamanya.

Ia pun tahu tujuan hidupnya, dan akan
bertanggung jawab dalam segala hal yang
terjadi dalam hidupnya sebagai bukti
tingginya kecerdasan emosi yang
dimilikinya.

Kecerdasan emosi lebih terfokus pada
pencapaian kesuksesan hidup yang
*tidak tampak*.

Kesuksesan bisa tercapai ketika
seseorang bisa membuat kesepakatan
dengan melibatkan emosi, perasaan dan
interaksi dengan sesamanya.

Terbukti, pencapaian kesuksesan secara
materi tidak menjamin kepuasan hati
seseorang.

Di tahun 1990, Kecerdasan Emosi (yang
juga dikenal dengan sebutan "EQ"),
dikenalkan melalui pasar dunia.

Dinyatakan bahwa kemampuan seseorang
untuk mengatasi dan menggunakan emosi
secara tepat dalam setiap bentuk
interaksi lebih dibutuhkan daripada
kecerdasan otak (IQ) seseorang.

Sekarang, mari kita lihat, bagaimana
emosi bisa mengubah segala keterbatasan
menjadi hal yang luar biasa....

Seorang miliuner kaya di Amerika
Serikat, Donald Trump, adalah contoh
apik dalam hal ini. Di tahun 1980
hingga 1990, Trump dikenal sebagai
pengusaha real estate yang cukup
sukses, dengan kekayaan pribadi yang
diperkirakan sebesar satu miliar US
dollar.

Dua buku berhasil ditulis pada puncak
karirnya, yaitu "The Art of The Deal
dan Surviving at the Top"
. Namun jalan
yang dilalui Trump tidak selalu
mulus...

Futi ingat depresi yang melanda dunia
di akhir tahun 1990? Pada saat itu
harga saham properti pun ikut anjlok
dengan drastis. Hingga dalam waktu
semalam, kehidupan Trump menjadi sangat
berkebalikan.

Trump yang sangat tergantung pada
bisnis propertinya ini harus menanggung
hutang sebesar 900 juta US Dollar!
Bahkan Bank Dunia sudah memprediksi
kebangkrutannya.

Beberapa temannya yang mengalami nasib
serupa berpikir bahwa inilah akhir
kehidupan mereka, hingga benar-benar
mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri.

Di sini kecerdasan emosi Trump
benar-benar diuji. Bagaimana tidak,
ketika ia mengharap simpati dari mantan
istrinya, ia justru diminta memberikan
semua harta yang tersisa sebagai ganti
rugi perceraian mereka.

Orang-orang yang dianggap sebagai teman
dekatnya pun pergi meninggalkannya
begitu saja. Alasan yang sangat
mendukung bagi Trump untuk putus asa
dan menyerah pada hidup. Namun itu
tidak dilakukannya.

Trump justru memandang bahwa ini
kesempatan untuk bekerja dan mengubah
keadaan. Meski secara finansial ia
telah kehilangan segalanya, namun ada
"intangible asset" yang tetap
dimilikinya.

Ya, Trump memiliki pengalaman dan
pemahaman
bisnis yang kuat, yang jauh
lebih berharga dari semua hartanya yang
pernah ada!

Apa yang terjadi selanjutnya?

Fantastis, enam bulan kemudian Trump
sudah berhasil membuat kesepakatan
terbesar dalam sejarah bisnisnya.

Tiga tahun berikutnya, Trump mampu
mendapat keuntungan sebesar US$3
Milliar. Ia pun berhasil menulis
kembali buku terbarunya yang diberi
judul "The Art of The Comeback".

Dalam bukunya ini Trump bercerita
bagaimana kebangkrutan yang menimpanya
justru menjadikannya lebih bijaksana,
kuat dan fokus daripada sebelumnya.

Bahkan ia berpikir, jika saja musibah
itu tidak terjadi, maka ia tidak akan
pernah tahu teman sejatinya dan tidak
akan menjadikannya lebih kaya dari yang
sebelumnya. Luar biasa bukan? :-)

Kecerdasan Emosi memberikan seseorang
keteguhan untuk bangkit dari kegagalan,
juga mendatangkan kekuatan pada
seseorang untuk berani menghadapi
ketakutan.

Tidak sama halnya seperti kecerdasan
otak atau IQ, kecerdasan emosi hadir
pada setiap org & bisa dikembangkan.

Berikut beberapa tips bagaimana cara
mengasah kecerdasan emosi:

1. Selalu hidup dengan keberanian.

    Latihan dan berani mencoba hal-hal baru
    akan memberikan beragam pengalaman dan
    membuka pikiran dengan berbagai
    kemungkinan lain dalam hidup.

2. Selalu bertanggung jawab dalam
    segala hal.


    Ini akan menjadi jalan untuk bisa
    mendapatkan kepercayaan orang lain dan
    mengendalikan kita untuk tidak mudah
    menyerah. "being accountable is being
    dependable"


3. Berani keluar dari zona nyaman.

    Mencoba keluar dari zona nyaman akan
    membuat kita bisa mengeksplorasi banyak
    hal.

4. Mengenali rasa takut dan mencoba
    untuk menghadapinya.


    Melakukan hal ini akan membangun rasa
    percaya diri dan dapat menjadi jaminan
    bahwa segala sesuatu pasti ada
    solusinya.

5. Bersikap rendah hati.

    Mau mengakui kesalahan dalam hidup
    justru dapat meningkatkan harga diri
    kita.

So, kuasailah kecerdasan emosi Futi!

Karena mengendalikan emosi merupakan
salah satu faktor penting yang bisa
mengendalikan Futi menuju sukses dan
juga menikmati warna-warni kehidupan. :-)

Sampai ketemu minggu depan! :-)


************** RESOURCE BOX ********************

Asian Brain Newsletter -Think & Succeed!
Kontribusi Anne Ahira & PT. Asian Brain untuk menggali
dan melejitkan potensi masyarakat Indonesia!

Aku Menikahimu dengan Sederhana


Aku Menikahimu dengan Sederhana


Aku senantiasa mengingat saat pernikahan kita
Bukan karena ia berlangsung di gedung mewah
Juga bukan karena iringan degung dan gamelan, atau pakaian mengkilap dan kosmetika
Harapan kita adalah kita tak dibuat silau dengan gemerlap dunia

Aku ingat karena kita menikah begitu sederhana
Tanpa undangan pernikahan, hanya SMS dan undangan lisan
Di masjid kecil yang terpojok dr rumah-rumah menjulang
Kita berharap agar keturunan kita mencintai masjid dan terpaut hati padanya

Aku ingat karena kita menikah begitu sederhana
Karena kita tak sempat dan tak ingin disibukkan oleh remeh-temeh upacara
Apalagi upacara-upacara yang menurut agama tak selayaknya ada
Sebab kita berharap agamalah yang memandu perjalanan kita

Walimatul 'ursy kita hanya dilangsungkan di rumah saja
Menunya tak seberapa istimewa
Namun alhamdulillah kita masih bisa mendengar adzan dan shalat pada waktunya
Harapan kita adalah kita masih bisa mendengar adzan dalam setiap kesibukan rumah-tangga kita

Aku ingat karena kita menikah begitu sederhana
Hanya jas pinjaman berwarna coklat dan dasi sedikit sobek
Mahar sederhana karena engkau memintanya begitu
Harapannya adalah kita tak disibukan oleh pakaian dan perhiasan dunia

Aku ingat karena kita menikah begitu sederhana
Kita mendobrak kebiasaan dan tradisi yang mempersulit pernikahan
Bahwa inti pernikahan bukan yang lain-lain, bukan prestise yang harus ditunjukkan pada tamu-tamu
Demikianlah mudah-mudahan kita menemukan inti dari setiap lekuk hidup berumah-tangga

Kita berharap, semoga melalui hisab sederhana pula, bersama-sama kita berumah di syurga.